Semua kita tahu bahwa Al Qur’an adalah keajaiban, mukjizat yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw untuk seluruh alam. Tapi apa sebenarnya makna dari keajaiban itu sendiri, yang dampaknya bisa kita rasakan di kehidupan sehari-hari?
Jika dianalogikan seperti ini, di luar sana banyak sekali orang yang susah dalam mencari pekerjaan, ingin ini dan itu tapi belum juga terwujud. Untuk mendapatkan penghasilan yang banyak, mereka harus bekerja keras dengan segenap waktu bahkan seluruh waktu, itu pun sepertinya waktu 24 jam dalam sehari terasa belum cukup.
Meskipun misalnya yang diinginkan adalah beribadah ke tanah suci, tetap diusahakan dengan cara yang tidak mudah, harus pontang panting mencari uang kesana kemari.
Ada juga yang ingin kuliah ke luar negeri dan berusaha dengan keras. Belajar berbagai hal, ikut kursus segala macam bidang ilmu dan menghabiskan biaya yang cukup besar.
Di sini saya ingin sedikit bercerita, bukan bermaksud untuk membandingkan orang-orang yang tidak menghafal Al Qur’an, tapi untuk menjadi motivasi bersama dan melihat betapa ajaibnya orang-orang yang hidup dengan memuliakan Al Qur’an.
Perbadingan yang sangat nyata adalah, di suatu kota berdirilah bangunan kampus yang saling berhadapan. Keduanya sama-sama kampus Islam, tapi salah satu di antaranya adalah kampus Al Qur’an dimana para mahasiswanya diwajibkan menghafal Al Qur’an, baik sebagian maupun hingga 30 juz.
Di kampus Islam yang lebih universal, sekilas aktivitas perkuliahan berjalan normal seperti biasa. Mahasiswa keluar dari kos-kosan, belajar ke kampus, di luar kegiatan mereka banyak yang mengajar les privat di berbagai lembaga dengan aneka macam bidang ilmu.
Tapi lain halnya dengan kampus satunya yaitu kampus yang khusus belajar Al Qur’an. Bagi yang memiliki ijazah Al Qur’an 30 juz, mereka mendapat fasilitas tertentu. Seperti biaya kuliah gratis, tempat tinggal gratis, akomodasi dari asrama ke kampus yang gratis pula.
Sampai di sini sudah mulai terlihat, ajaibnya hidup mereka para mahasiswa penghafal Al Qur’an. Allah sediakan fasilitas-fasilitas tersebut secara gratis untuk para penjaga kalam-Nya.
Ada perbedaan kondisi yang Allah tampakkan kepada keduanya yaitu mahasiswa yang menghafal Al Qur’an dan yang tidak menghafal Al Qur’an.
Bagi mahasiswa bukan penghafal Al Qur’an yang mengajar privat mata pelajaran umum, sebelum mengajar mereka mempersiapkan bahan ajarnya terlebih dahulu bahkan harus belajar lagi jika ada update ilmu terbaru dari mata pelajaran tersebut. Dan pada akhirnya jika sudah selesai mengajar, mereka mendapatkan apa yang mereka usahakan yaitu honor mengajar dalam jumlah tertentu.
Tapi coba kita lihat para pengajar Al Qur’an, yang dari dulu ilmunya tidak pernah berubah. Kalaupun berubah paling hanya cara penyampaian mengajarnya saja seperti metode belajarnya, bukan ilmunya. Karena dari dulu hingga sekarang bahkan sampai hari kiamat, Al Qur’an tidak pernah berubah. Allah sendiri yang menjaga kemurniannya.
Selain mendapat honor mengajar Al Qur’an, para penghafal Al Qur’an ini juga mendapatkan hal lainnya, seperti tiba-tiba mereka diberikan fasilitas kendaraan bermotor, mendapat tempat tinggal gratis, diajak umroh oleh orang tua murid, dan lain sebagainya. Dan ini semua kisah nyata dari teman-teman penulis yang hafal Al Qur’an.
Hal lainnya yang nampak jelas ketika tiba bulan ramadhan. Biasanya banyak mahasiswa yang memanfaatkan momentum bulan ramadhan untuk mencari uang tambahan dengan berjualan takjil, baju lebaran, atau produk lainnya.
Tapi berbeda dengan mahasiswa para penghafal Al Qur’an. Untuk para mahasiswinya banyak di antara mereka yang mengajar privat mengaji, seperti tahsin atau tahfidz Al Qur’an.
Untuk para mahasiswanya, biasanya mereka diminta untuk menjadi imam tarawih di beberapa masjid, dan mereka mendapat “rezeki” dari menjadi imam yaitu honor sebagai imam.
Keberkahan mereka tidak hanya sampai disitu, ketika sudah menikah pun mereka sangat mudah dalam mendapat pekerjaan. Ada yang berkali-kali bekerja tapi tidak pernah sekalipun mengajukan surat lamaran. Allah permudah langsung masuk begitu saja.
Sebagian contoh di atas sudah nampak sekali dirasakan oleh orang-orang yang hidup bersama Al Qur’an. Lalu bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memuliakan dan menjadikan Al Qur’an sebagai sahabat kita?