Beberapa waktu lalu, kita dikejutkan dengan terjadinya fenomena banjir yang melanda beberapa wilayah di Indonesia. Rasa takut, was-was, iba, bingung, campur aduk menjadi satu. Kita yang melihat saja ngeri, apalagi yang merasakan?
Masya Allah, lagi-lagi tiada kejadian tanpa seizin Allah. Sudah benarkah kita menjadi khalifah di muka bumi ini, sehingga Allah menegur kita dengan bencana banjir yang begitu dahsyat?
Sudah benarkah kita menjalankan perintah-perintah Allah dengan menjaga bumi ini secara seksama? Menjaga lingkungan sekitar, setidaknya dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak mendirikan pemukiman-pemukiman di lahan yang seharusnya tidak untuk dijadikan tempat tinggal.
Yah, itulah kita manusia. Seringkali serakah mengikuti hawa nafsu menginginkan banyak hal tanpa mengindahkan kelestarian lingkungan. Bencana banjir ini musibah atau ujian bagi kita ummat manusia? Wallahu a’lam.
Kita sama-sama intropeksi diri saja, beristighfar kepada Allah Swt. Secara dzahir, banjir nampaknya memang fenomena alam yang sebenarnya dapat kita cegah dengan menjaga keselamatan lingkungan secara bersama. Namun apa yang kita lihat di beberapa kota seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan kota-kota lainnya di beberapa wilayah Indonesia, banjir menggenangi sebagian wilayah-wilayah tersebut hampir secara bersamaan.
Hujan di awal tahun 2020 yang berlangsung selama kurang lebih hampir 7 jam di malam hari, dengan mudahnya membuat sebagian wilayah terendam air. Begitulah kuasa Allah jika sudah berkehendak, terjadi maka terjadilah, kun fayakun.
Lantas, bagaimana kita ummat islam menyikapi fenomena banjir itu sendiri? Apakah ini musibah bagi kita semua ataukah ini adzab dari Allah karena ulah tangan manusia itu sendiri?
Menurut beberapa ulama, banjir yang datang menimpa sebagian wilayah di Indonesia merupakan musibah yang diberikan Allah SWT.
Adapun hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa tersebut agar kita lebih mendekatkan diri kepada Allah, terus instropeksi diri untuk menjaga lingkungan dengan baik. Karena akhir-akhir ini sudah banyak sunnatullah atau hukum alam yang dilanggar oleh manusia itu sendiri.
Tentunya, beberapa perbuatan manusia sering kali ikut andil dalam kerusakan alam ini.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali.” (QS. Ar-Ruum : 41)
Secara hukum alam, sifat air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah ke sungai, rawa, danau. Namun jika tempat mengalirnya itu sudah tidak memadai karena telah dijadikan hunian-hunian manusia, jadilah rumah-rumah yang sudah dibangun itu menjadi tempat melintasnya air secara berlebihan, dan terjadilah banjir dikarenakan tidak ada tempat penyerapan yang memadai.
Beruntunglah kita tinggal di Indonesia yang masih menjaga nilai gotong royong antar sesama. Ketika musibah menimpa suatu wilayah, maka saudara-saudara kita yang berada di wilayah lain segera turut membantu. Entah dengan materi maupun berupa bahan makanan yang diperlukan.
Mari kita tetap menjaga lingkungan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah karena sudah diizinkan menetap di bumi ciptaan-Nya. Meski usia bumi ini sudah cukup tua dan kerusakan-kerusakan sudah terjadi dimana-mana, namun janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah. Tetap usahakan yang terbaik demi keselamatan bersama.
Wallahu A’lam Bishshawab.