Sudahkah kita-kita beriman kepada Allah Swt?
Apa saja indikator yang menunjukkan bahwa dzahir dan bathin kita benar-benar beriman kepada Allah Swt?
Ada kisah yang diambil dari kitab klasik Nashooihul ‘Ibaad tentang penjelasan Rasulullah mengenai hati seorang mukmin yang benar-benar beriman kepada Rabb-Nya.
Ketika itu Rasulllah sedang duduk bersama dengan para sahabat dan beliau bertanya, “Kayfa ashbahtum ya ashhaabii (bagaimana kabar kalian di waktu pagi ini),”
Salah satu sahabat pun menjawab, “Ashbahna bil iimaan billah (pagi ini kami dalam keadaan diliputi dengan iman kepada Allah),”
Rasul pun tersenyum dan kembali mengajukan pertanyaan kepada para sahabat, “Maa ‘alamatu iimaanikum (apa indikasi kalian benar-benar dalam keadaan iman)?”
“Kami benar-benar sabar dengan semua ujian Allah, (nashbiru ‘alal balaa), kami pun senantiasa bersyukur atas semua limpahan karunia Allah (nasykuru ‘alar rakhooi), serta kami sangat ridha atas takdir-Nya (wanardhoo bil qodari),” tegas seorang sahabat.
“Antumul mu’minuuna haqqan (kalian benar-benar dalam keadaan iman yang benar)!” jawa Rasulullah Saw.
3 indikator tersebut adalah petunjuk shahih untuk kita para ummatnya yang hidup di akhir zaman ini.
Pertama, bersedia sabar atas semua ujian Allah.
Sebagai manusia beriman, siapa pun dia, baik dari golongan orang berpunya maupun yang papa, pejabat atau orang biasa, ulama atau ustaz sekalipun, semuanya pasti akan diuji. (QS al-Baqarah 2: 214).
Bukankah orang terpuji karena teruji? Semakin banyak diuji dan ia berhasil dalam semua ujian maka derajatnya pun akan Allah angkat.
Kedua, senantiasa bersyukur atas semua karunia Allah.
Amal syukur ini sebenarnya bagian dari kasih sayang Allah karena ditegaskan dalam firman-Nya,
“Jika kalian bersyukur, niscaya akan Aku tambah (nikmat-Ku) kepadamu.”(QS Ibrahim 7).
Asal yang mendasari adalah iman. Maka, amal syukur yang kita lakukan pasti berbuah manis dalam hidup kita. Sekaligus, pembuktian atas keabsahan iman kita.
Ketiga, ridha dengan setiap ketentuan dan takdir Allah.
Keikhlasan dan kerelaan atas setiap peristiwa dan kejadian yang silih berganti dalam hidup kita, itu menjadi bukti atas keimanan kita di hadapan-Nya.
Karena, bagaimanapun semua kejadian di muka bumi, termasuk pada diri kita, telah ditetapkan jauh sebelum kehidupan ini berlalu dan semua dalam ilmu, pengetahuan dan izin-Nya. Dari sinilah kita diminta untuk bisa cerdas dalam mengambil hikmah di balik semua takdir-Nya.
Sebab, betapa pun takdir Allah tetaplah takdir Allah. Kita tidak mungkin menolak takdir-Nya. Hanya semoga kita diberi kesabaran dan kekuatan agar bisa mengambili hikmah dari semua takdir-Nya.
Wallahu ‘Alam.